a. Analisis Kebutuhan (Need Analysis)
Dalam
tahapan awal, satu hal yang perlu dipertimbangkan adalah apakah memang
memerlukan e-learning. Untuk menjawab pertanyaan ini tidak dapat dijawab
dengan perkiraan atau dijawab berdasarkan atas saran orang lain. Sebab
setiap lembaga menentukan teknologi pembelajaran sendiri yang berbeda
satu sama lain. Untuk itu perlu diadakan analisis kebutuhan atau need
analysis. Kalau analisis ini telah dilaksanakan dan jawabannya adalah
membutuhkan atau memerlukan e-learning, maka tahap berikutnya adalah
membuat studi kelayakan (Soekartawi, 1995), yang komponen penilaiannya
adalah:
•
Apakah secara teknis dapat dilaksanakan (technically feasible).
Misalnya apakah jaringan Internet bisa dipasang, apakah infrastruktur
pendukungnya, seperti telepon, listrik, komputer, tersedia, apakah ada
tenaga teknis yang bisa mengoperasikannya tersedia;
• Apakah secara ekonomis menguntungkan (economically profitable); misalnya apakah dengan e-learning kegiatan yang dilakukan menguntungkan atau apakah retrun on investment (ROI)-nya lebih besar dari satu; dan
• Apakah secara ekonomis menguntungkan (economically profitable); misalnya apakah dengan e-learning kegiatan yang dilakukan menguntungkan atau apakah retrun on investment (ROI)-nya lebih besar dari satu; dan
• Apakah secara sosial penggunaan e-learning tersebut diterima oleh masyarakat (socially acceptable).
b. Rancangan Instruksional
Dalam
menentukan rancangan instruksional ini perlu dipertimbangkan
aspek-aspek (Soekartawi, et al, 1999; Yusup Hashim and Razmah, 2001):
• Course content and learning unit analysis, seperti isi pelajaran, cakupan, topik yang relevan dan satuan kredit semester.
• Learner analysis, seperti latar belakang pendidikan siswa, usia, seks, status pekerjaan, dsb-nya.
• Learning context analysis, seperti kompetisi pembelajaran apa yang diinginkan hendaknya dibahas secara mendalam di bagian ini.
• Learning context analysis, seperti kompetisi pembelajaran apa yang diinginkan hendaknya dibahas secara mendalam di bagian ini.
•
Instructional analysis, seperti bahan ajar apa yang dikelompokan
menurut kepentingannya, menyusun tugas-tugas dari yang mudah hingga yang
sulit, dsb-nya.
• State instructional objectives. Tujuan instruksional ini dapat disusun berdasarkan hasil dari analisis instruksional.
• State instructional objectives. Tujuan instruksional ini dapat disusun berdasarkan hasil dari analisis instruksional.
• Construct criterion test items. Penyusunan test ini dapat didasarkan dari tujuan instruksional yang telah ditetapkan.
• Select instructional strategy. Strategi instruksional dapat ditetapkan berdasarkan fasilitas yang ada.
c. Tahap Pengembangan
Berbagai
upaya dalam rangka pengembangan e-learning bisa dilakukan mengikuti
perkembangan fasilitas ICT yang tersedia. Hal ini terjadi karena
kadang-kadang fasilitas ICT tidak dilengkapi dalam waktu yang bersamaan.
Begitu pula halnya dengan prototype bahan ajar dan rancangan
instruksional yang akan dipergunakan terus dikembangkan dan dievaluasi
secara kontinue.
d. Pelaksanaan
Prototype yang lengkap bisa dipindahkan ke komputer (LAN) dengan menggunakan format tertentu misalnya format HTML. Uji
terhadap prototype hendaknya terus menerus dilakukan. Dalam tahapan ini
seringkali ditemukan berbagai hambatan, misalnya bagaimana menggunakan
management course tool secara baik, apakah bahan ajarnya benar-benar
memenuhi standar bahan ajar mandiri (Jatmiko, 1997).
e. Evaluasi
Sebelum program dimulai, ada baiknya dicobakan dengan mengambil beberapa sampel orang yang dimintai tolong untuk ikut mengevaluasi.
Proses
dari kelima tahapan diatas diperlukan waktu yang relatif lama, karena
prototype perlu dievaluasi secara terus menerus. Masukan dari orang lain
atau dari siswa perlu diperhatikan secara serius. Proses dari tahapan
satu sampai lima dapat dilakukan berulang kali, karena prosesnya terjadi terus menerus.
Akhirnya harus pula diperhatikan masalah-masalah yang sering dihadapi sebagai berikut:
• Masalah akses untuk bisa melaksanakan e-learning seperti ketersediaan jaringan internet, listrik, telepon dan infrastruktur yang lain.
• Masalah akses untuk bisa melaksanakan e-learning seperti ketersediaan jaringan internet, listrik, telepon dan infrastruktur yang lain.
• Masalah ketersediaan software (piranti lunak). Bagaimana mengusahakan piranti lunak yang tidak mahal.
• Masalah dampaknya terhadap kurikulum yang ada.
• Masalah skill and knowledge.
• Attitude terhadap ICT
Oleh
karena itu perlu diciptakan bagaimana semuanya mempunyai sikap yang
positif terhadap ICT, bagaimana semuanya bisa mengerti potensi ICT dan
dampaknya ke anak didik dan ke masyarakat. Sehingga penggunaan teknologi
baru bisa mempercepat pembangunan.
0 komentar:
Posting Komentar